Referensi Buku Fuad Ihsan Dasar-Dasar Kependidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Buku
ini berjudul Dasar-dasar Kependidikan, buku ini salah satu buku yang akan
dikritiik di mata kuliah Pendidikan Seumur Hidup. Di dalam buku ini terdapat
Dasar-dasar Kependidikan yang terdiri dari pengertian pendidkan, konsep, fungsi
dan peranan pendidikan.
Dalam
pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang dilakukan untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada
generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam
suatu proses pendidikan, karenannya bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, di
dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia
untuk melestarikan hidupnya.
B.
Tujuan
Mengetahui
apa saja yang ada di dalam buku ini, mengetahui dasar-dasar kependidikan,
apa-apa saja dasar-dasar kependidikan. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari
buku ini. Memahami konsep dasar, fungsi dan peran pendidikan.
C.
Manfaat
Menjadi
lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan informasi, belajar mengkritik buku dan
memahami isi buku, lebih sering membaca, mengetik dan mengambil ilmu dan
pengetahuan dari buku ini.
BAB II
RINGKASAN BUKU
Identitas Buku
Judul buku : Dasar-dasar Kependidikan
Pengarang : Drs. Fuad Ikhsan
Penerbit : Rineka Cipta
Tahun terbit : 2005
Kota terbit : Jakarta
ISBN :
976-518-673-6
BAB I PENGERTIAN DAN FAKTOR-FAKTOR
PENDIDIKAN
1.
Pengertian Pendidikan
Dalam kajian dan
pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2 istilah yang
hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu:
pedagogi dan pedagoik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagoik artinya
“ilmu pendidikan”.
Pedagogik atau
ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala
perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata “pedagogia” (Yunani) yang
berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah
paedagogos adalah seorang pelayanan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang
pekerjaanya mengantar dan menjemput anak-anak ked an dari sekolah. Paedagogos
berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Dalam pengertian
yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang dilakukan untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada
generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi
dalam suatu proses pendidikan, karenannya bagaimanapun peradaban suatu
masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai
usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Pendidikan bagi
kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan
bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Pendidikan bagi
bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan
kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan
secar tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur,
efektif dan efisien (berdaya guna berhasil guna) akan mampu mempercepat
jalannya proses pembudayaan bangsa yang berdasarkan pokok pada penciptaan
kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa kita, sesuai dengan tujuan
nasional seperti tercantum dalam alinea IV, Pembukaan UUD 1945.
Definisi
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:
a.
Driyarkara
mengatakan bahwa : pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.
Pengangkatan manusia ke taraf insane itulah yang disebut mendidik. Pendidikan
ialah pemanusiaan muda (Ditjen Dikti, 1984: 19).
b.
Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di mana
seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya
di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses soasial di mana orang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khusunya yang datang
dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Ditjen Dikti,
1983/1984:19).
c.
Crow and Crow
menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan
budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi (Suprapto, 1975).
d.
Ki Hajar
Dewantara dalam Kongres Tman Siswa yang pertam pada tahun 1930 menyebutkan:
Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhannya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam
Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat
mema-jukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita
didik selaras dengan dunianya.
e.
Di dalam GBHN
tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup.
Dari uraian di
atas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai:
1.
Suatu proses
pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;
2.
Suatu pengarahan
dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya;
3.
Suatu usaha
sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki
oleh masyarakat;
4.
Suatu
pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.
2.
Faktor-faktor Pendidikan
Dalam aktivitas
pendidikan ada enam faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau
saling mempengaruhi namun faktor integratirnya terutama terletak pada pendidik
dengan segala kemampuan dan keterbatasannya.
Keenam faktor
pendidikan tersebut meliputi:
a.
Faktor tujuan
Dalam praktek
pendidikan, baik dilingkungan keluarga, di sekolah maupun di masyarakat luas,
banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat
dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya.
b.
Faktor pendidik
Orang tua sebgai
pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara
kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak
berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi
(anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang makin dewasa.
Guru sebagai
pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang
tua, masyarakat dan negara.
c.
Faktor peserta didik
Dalam pendidikan
tradisional, peserta didik dipandang sebagai organism yang pasif, hanya
menerima informasi dari orang dewasa. Kini dengan makin cepatnya perubahan
sosial, dan berkat penemuan teknologi, maka komunikasi antar manusia berkembang
amat cepat. Peserta didik dalam usia dan tingkat kelas yang sama bisa memiliki profil
materi pengetahuan yang berbeda-beda.
d.
Faktor isi/materi pendidikan
Yang termasuk
dalam materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan
kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha
pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah dan di masyarakat.
e.
Faktor metode pendidikan
Peristiwa
pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi ini dapat
berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di samping
dibutuhkan pemilihan bahan/materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode
yang tepat pula.
f.
Faktor situasi
Situasi
lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini
meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural.
BAB II FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN
1.
Fungsi Pendidikan
Fungsi
pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar) perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah
sebagai alat:
a.
Pengembangan
prbadi
b.
Pengembangan
warga negara
c.
Pengembangan
kebudayaan
d.
Pengembangan
bangsa
Pada prinsipnya
memndidik ialah memberi tuntutan, bantuan, pertolongan kepada peserta didik. Di
dalam pengertian memberi tuntutan telah tersimpul suatu dasar pengakuan bahwa
anak (pihak yang diberi tuntutan) memiliki daya-daya (potensi) untuk
berkembang.
Anak manusia
harus dan wajib didik, sebab kalau tidak ia akan kehilangan hakikat
kemanusiaannya. Dari uraian di atas menunjukan bahwa anak mungkin dididik
bahkan harus dialami oleh Amala dan Kamal.
2.
Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan
a.
Latar Belakang
Kegiatan
pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks
pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai sesuatu yang berada di luar
anak. Lingkungan yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi anak ada
tiga, yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Ketiga lingkungan ini disebut lembaga pendidikan atau satuan
pendidikan (Kemendikbud, 0186/P/1984).
b.
Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah
lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak
mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan
tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga
pendidikan semenjak manusia itu ada. Ayah dan ibu di dalam keluarga sebagai
pendidiknya, dan anak sebagai terdidiknya. Keluarga sebagai lingkungan
pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak.
Karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
Pendidikan
keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar agama, dan kepercayaan,
nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diperlukan peserta didik
untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat.(Kemendikbud,
0186/P/1984).
c.
Lembaga
Pendidikan Sekolah
Guru-guru di
dalam lembaga pendidikan formal adalah orang dewasa yang mendapat kepercayaan
dari pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas tersebut. Seperti dinyatakan oleh
Prof.Dr. Sikun Pribadi: “Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan
selanjutnya dalam bentuk berbagai kecakapan dan ilmu. Kita tidak dapat
menggambarkan masyarakat tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang
yang khusus dididik untuk keperluan mengajar” (Sikun Pribadi, 1982 : 72).
Tugas sekolah
sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Sekolah
bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga ia sebagai produsen dan pemberi
jasa yang sangat erat hubunganya dengan pembangunan. Pembangunan tidak mungkin
berhasil dengan baik tanpa didukung oleh tersediannya tenaga kerja yang memadai
sebagai produk pendidikan. Dalam hal ini Mendikbud menetapkan masalah-masalah
pendidikan sebagai berikut:
1)
Satuan
Satuan
pendidikan adalah satuan dalam sistem pendidikan nasional yang merupakan wahana
belajar baik di sekolah-sekolah maupun di luar sekolah. Satuan pendidikan harus
dapat menciptakan suasana yang menunjang perkembangan peserta didik, sesuai
dengan tujuan dan fungsi sistem pendidikan nasional.
2)
Jenis
Jenis pendidikan
adalah satuan pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuannya.
Jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional terdiri dari pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah.
a.
Pendidikan
Sekolah
b.
Pendidikan Luar Sekolah
3)
Jenjang
Jenjang
Pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,,tingkat kerumitan bahan
pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Jenjang pendidikan sekolah
terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di
samping itu dapat diadakan pendidikan pra sekolah, yang tidak merupakan
persyarat untuk memasuki pendidikan dasar.
Pendidikan umum
terdiri dari pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas.
Pendidikan kejuruan terdiri dari pendidikan menengah pertama kejuruan dan
pendidikan menengah atas kejuruan.
d.
Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat
adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial
budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat
tersebut. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Pendidikan
kemasyarakatan adalah usaha sadar yang juga memberikan kemungkinan perkembangan
sosial, cultural, keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
keterampilan, keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia
untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakat.
Dewasa ini
bentuk-bentuk pendidikan kemasyarakatan telah mengalami perubahan dan
perkembangan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Wujud dari
perkembangan dan perubahan ini di antaranya ialah bahwa pendidikan
kemasyarakatan tidak hanya berfungsi menanamkan sikap untuk membangun tetapi
juga pelengkap dan pengganti pendidikan formal, baik anak didik yang tidak
sempat melanjutkan sekolah pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun
untuk anak didik yang tidak pernah sampai memasuki pendidikan formal.
“Pendidikan
kemasyarakatan dapat dilaksanakan oleh berbagai lembaga dengan berbagai program
pendidikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Karena itu pendidikan
kemasyarakatan, seperti juga pendidikan yang lain tetap menjadi tanggung jawab
pemerintah, pribadi, keluarga, organisasi dan himpunan dalam masyarakat
(keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sosial dan professional)”
(KPPN, 1980 : 22).
BAB III KONSEP
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN BERBAGAI IMPLIKASINYA
1.
Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Dalam GBHN
dinyatakan bahwa “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.
Konsep
pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan adalah suatu
proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. Konsep
ini sesuai dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam hadis Nabi Muhammad
SAW., yang menganjurkan belajar mulai dari buaian sampai ke liang kubur.
Istilah
pendidikan seumur hidup (Life Long
Integrated Education) tidak dapat diganti dengan istilah-istilah lain sebab
isi dan luasnya (scope-nya)_tidak
persis sama, seperti istilah out of
School education, continuing education, adult education, further education,
recurrent education.
a.
Pendidikan
Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah
Di dalam UU
Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10
Ayat (1), pendidikan hanya dibagi dua, yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dibagi pula yang dilembagakan dan yang
tidak dilembagakan.
Dalam konsep
pendidikan seumur hidup pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah yang
dilembagakan, dan yang tidak dilembagakan saling mengisi dan saling memperkuat.
Phili H. Coombs
mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu pendidikan informal
(pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) pendidikan formal (pendidikan
sekolah) dan pendidikan non-formal (pendidikan luar sekolah yang dilembagakan).
Kata-kata “pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan”, “pendidikan
sekolah”, dan “pendidikan luar sekolah yang dilembagakan” merupakan istilah
yang digunakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional di atas.
b.
Dasar Pemikiran
Pentingnya Pendidikan Seumur Hidup
Ada
bermacam-macam dasar pemikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup
sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari beberapa segi, antara
lain:
1)
Ideologis
2)
Ekonomis
3)
Sosiologis
4)
Politis
5)
Teknologis
6)
Psikologis dan
pedagogis
Dalam pendidikan seumur hidup dikenal adanya 4 macam
konsep kunci, yaitu:
1)
Konsep
pendidikan seumur hidup itu sendiri
2)
Konsep belajar
seumur hidup
3)
Konsep pelajar
seumur hidup
4)
Kurikulum yang
membantu pendidikan seumur hidup
2.
Implikasi Konsep PendidikanSeumur Hidup pada
Program-program Pendidikan
Implikasi
pendidikan seumur hidup pada program pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh
Ananda W.P. Geruge, dalam garis besarnya dapat dikelompokan dalam enam
kategori, sebagai berikut :
a.
Pendidikan Baca
Tulis Fungsional
Program ini
tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup karena relevansinya dengan
kondisi yang ada pada negara-negara berkembang karena masih banyaknya penduduk
yang buta huruf, melainkan juga sangat penting ditinjau dari implementasinya.
Bahkan dinegara yang sudah maju sekalipun di mana radio, film dan televise
telah menentang ketergantungan orang akan bahan-bahan bacaan, namun membaca
masih tetap merupakan cara yang paling murah dan praktis untuk mendapatkan dan
menyebarkan pengetahuan.
b.
Pendidikan
Vokasional
Apakah
pendidikan vokasional itu sebagai program pendidikan luar sekolah bagi anak
didik diluar batas usia sekoalah, ataukah sebagai program pendidikan formal dan
non-formal dalam rangka apprentice-skip
training, merupakan salah satu program penting dalam rangka pendidikan
seumur hidup.
c.
Pendidikan
Profesional
Apa yang berlaku
bagi para pekerja dan buruh, berlaku pula bagi para professional. Bahkan
tantangan buat mereka itu lebih besar dan kuat. Mereka berusaha keras
terus-menerus dan bergerak cepat agar tidak ditinggalkan oleh kemajuan.
Sebab itu dalam
tiap-tiap profesi hendaknya telah tercipta built-in
mechanism yang memungkinkan golongan professional itu selalu mengikuti
perubahan dan kemajuan dalam metode, perlengkapan, teknologi dan sikap
profesionalnya.
d.
Pendidikan ke
Arah Perubahan dan Pembangunan
Pendidikan bagi
anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti
perubahan sosial dan pembangunan merupakan konsekuensi penting daripada asas
pendidikan seumur hidup. Abad ilmu pengetahuan dan teknologi itu pengaruhnya
telah menyusup dalam berbagi aspek kehidupan manusia dan masyarakat, seorang
ibu rumah tangga lainnya yang serba elektronik itu bagaikan seorang sarjana
yang bekerja dilaboratoriumnya.
e.
Pendidikan
Kewargaan Negara dan Kedewasaan Politik
Tidak saja bagi
warga negara biasa, melainkan para pemimpin masyarakat pun sangat membutuhkan
pendidikan kewargaan negara dan masyarakat yang demokratis, maka kedewasaan
warga negara dan para pemimpinnya dalam kehidupan bernegara sangat penting.
Untuk itu program pendidikan kewargaan negara dan kedewasaan politik itu
merupakan bagian yang penting dari pendidikan seumur hidup.
f.
Pendidikan
Kultural dan Pengisian Waktu Luang
Spesialisasi
yang berlebih-lebihan dalam masyarakat bahkan yang telah dimulai pada usia muda
dalam program pendidikan formal di sekolah, membuat manusia menjadi
berpandangan sempit pada bidangnya sendiri, buta kekayaan nilai-nilai cultural
yang terkandung dalam warisan budaya masyarakat sendiri.
3.
Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup dan Sasaran
Pendidikan
Adapun mengenai
implikasi konsep pendidikan seumur hidup ini pada sasaran pendidikan, Ananda
W.P Guruge juga mengklasifikasikannyadalam enam kategori, masing-masing dengan
prioritasnya.
Masing-masing kategori tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Para buruh dan
petani
b.
Golongan remaja
yang terganggu pendidikan sekolahnya
c.
Para pekerja yang
berketerampilan
d.
Golongan
Technicians dan professional
e.
Para pemimpin
dalam masyarakat
f.
Golongan anggota
masyarakat yang sudah tua
BAB IV PERANAN
KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Sistem pendidikan nasional yang semesta, menyeluruh
dan terpadu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya serta
merupakan wahana kelangsungan hidup bangsa dan negara, pada hakikatnya menjadi
tanggung jawabseluruh bangsa Indonesia dan dilaksanakan oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
1.
Peran Keluarga dalam Pendidikan
Peranan keluarga
terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat
serta pembinaan bakat dan kepribadian. Sehubungan dengan itu penanaman
nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dimulai dalam keluarga. Agar keluarga dapat
memainkan peran tersebut, keluarga perlu juga bekali dengan pengetahuan dan
keterampilan pendidikan, perlu adanya pembinaan.
2.
Peranan Masyarakat dalam Pendidikan
Tanggung jawab
masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas
tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah. Hal
ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat, dan isi pergaulan yang terjadi di
dalam masyarakat. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana yang dapat
menunjang pelaksanaan pendidikan nasional, ikut menyelenggarakan pendidikan
nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga, biaya, sarana dan prasarana,
menyediakan lapangan kerja, membantu pengembangan profesi baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Peranan masyarakat tersebut dilaksanakan melalui
jalur-jalur:
a.
Peranan
perguruan swasta
b.
Dunia usaha
c.
Kelompok
profesi, dan
d.
Lembaga swasta
nasional lainnya.
BAB V PENGARUH
TIMBAL BALIK ANTARA SEKOLAH, KELUARGA DAN MASYARAKAT
1.
Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan pada Orang
Tua
Dalam pasal 1 UU
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa :”Perkawinan adalah ikatan lahir
dan batian antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. “Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi
hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya untuk memelihara dan mendidik dengan
sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia
dikawinkan atau dapat berdiri sendiri. Bahkan menurut Pasal 45 Ayat 2 UU
Perkawinan ini, kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila
perkawinan antara keduanya putus karena sesuatu hal. Maka anak ini kembali
menjadi tanggung jawab orang tua.
Tanggung jawab
pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak
antara lain sebagai berikut:
a.
Memelihara dan
membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan,
karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan, agar ia dapat hidup secara
berkelanjutan.
b.
Melindungi dan
menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai
gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c.
Memndidiknya
dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya,
sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang
lain (hablum minan nas) serta
melaksanakan kekhalifahannya.
d.
Membahagiakan anak
untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan
ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jwab ini
dikategorikan juga sebagai tenggung jawab kepada Allah.
2.
Pembinaan dan Tanggung jawab Pendidikan Sekolah
Pembinaan
pendidikan yang dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluarga akan membentuk
sikap, tingkah laku, cara merasa dan mereaksi anak terhadap lingkungannya.
Untuk dapt memahami usaha pembinaan dan rasa tanggung jawab pendidikan yang
dilakukan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ada baiknya
dikemukakan beberapa pengertian yang berkaitan dengan pendidikan informal,
formal, dan non formal.
Sekolah
melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya didasarkan atas
kepercayaan dan tuntutan lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak mampu
atau mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pendidikan di lingkungan
masing-masing, mengingat berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh orang tua anaak.
Namun tanggung jawab utama pendidikan tetap berada di tangan kedua orang tua
anak yang bersangkutan. Sekolah hanyalah meneruskan dan mengembangkan
pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh lingkungan keluarga
sebagai pendidikan informal.
Mengenai tingkat
jenjang pendidikan yang dikelola oleh lembaga pendidikan formal ini tertuang
dalam Pasal 13, 15, dan 16 sebagaimana disebutkan pada bagian di atas
dikemukakan sebagai berikut:
Pasal 13 :
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah.
Pasal 15 :
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan
dasar menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan
alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja
atau pendidikan tinggi.
Pasal 16 :
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dasn atau kesenian.
3.
Pembinaan dan Tanggung jawab Pendidikan oleh
Masyarakat
Secara
kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat, terdiri dari berbagai ragam
pendidikan, profesi, keahlian, suku, bangsa, kebudayaan, agama, lapisan sosial
sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Secara makro memang demikianlah
kenyataan masyarakat karena terdiri dari berbagai anggota keluarga yang
heterogen. Setiap anggota masyarakat secara tidak langsung telah mengadakan
kerjasama dan saling mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuannya.
Dilihat dari
lingkungan pendidikan, masyarakat disebut lingkungan pendidikan non formal yang
memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya
tetapi tidak sistematis. Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya
yang pluralistic (majemuk)itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang
baik untuk tercapainya kesejahteraan mental spiritual dan fisikal atau
kesejahteraan lahir dan batin yang dalam GBHN disebut masyarakat adil dan
makmur di bawah lindungan Allah SWT.
Pendidikan dalam
masyarakat ini tidak saja terbatas kepada yang muda akan tetapi yang tua pun
perlu. Seperti pemberantasan buta aksara bagi para orang tua melalui kejar
paket A dan B. Kepada masyarakat juga diadakan penataran P-4 (Pedoman,
Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila) sebagaimana yang diamanatkan oleh Tap
MPR No. II/MPR/1978. Penyebaran keputusan MPR inilah dengan jalan penataran
kepada masyarakat bahwa di negara Indonesia ini ada nilai-nilai luhur, bangsa
yang telah ada sejak zaman dahulu kala. Hal ini untuk menimbulkan kesadaran
ber-Pancasila, ber-Undang-Undang Dasar 1945 dan ber-GBHN termasuk kepada
pendidikan masyarakat.
4.
Pembinaan Kerjasama antara Orang Tua, Sekolah dan
Masyarakat
Setelah kita
lihat ketiga macam tanggung jawab dan pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh
orang tua, sekolah, dan masyarakat, tampaknya ada kesamaan rasa tanggung jawab
yang dipikul pleh ketiga macam lingkungan pendidikan ini. Mereka secara tidak
langsung telah mengadakan kerjasama yang erat di dalam praktek pendidikan.
Kerjasama yang erat itu tampak dari hal-hal berikut. Orang tua telah meletakkan
dasar-dasar pendidikan di rumah tangga, terutama dalam segi pembentukan
kepribadian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian
dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan
keterampilan yang dilakukan oleh sekolah. Demikian pendidikan di lingkungan
masyarakat ikut pula berperan serta mengontrol, menyalurkan dan membina serta
meningkatkanya.
BAB VI SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
1.
Pengertian Sistem
Zahara Idris
(1987) mengemukakan bahwa sistem adalah suatu kestuan yang terdiri atas
komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber
yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekadar acak, yang
saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product).
2.
Pendidikan sebagai Sistem
Pendidikan
merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut tiga unsure pokok, yaitu usaha masukan, unsur proses
usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan pula bahwa “pendidikan merupakan
suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta
didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang. Kurikulum dan
peralatan/fasilitas.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa setiap unsur dalam sistem pendidikan ini saling berkaitan dan
pengaruh mempengaruhi. Kelemahan salah satu unsure dalam sistem tersebut akan
mempengaruhi seluruh sistem pendidikan itu. Oleh karena itu dalam usaha
mengembangkan sistem pendidikan, setiap unsur pokok dalam sistem pendidikan
harus mendapatkan perhatian dan pengembangan yang utama.
3.
Pengertian Pendidikan Nasional
Menurut Suraya
(1969), pendididkan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di
atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya
bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.
Sementara itu,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976), merumuskan bahwa pendidikan
nasional ialah suatu usaha untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi
Pancasila, yang bepribadi, berdasarkan akan Ketuhanan berkesadaran masyrakat
dan mampu membudayuakan alam sekitar.
Dalam
Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I
Pasal 2 berbunyi: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dasar ini
dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945 alinea 4 dan batang tubuh UUD 1945 Bab
XIII Pasal 31.
4.
Pendidikan Nasional Sebagai Suatu Sistem
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Nasional dikemukakan Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perananya di masa
yang akan datang.
Sebagai suatu
sistem, pendidikan nasional mempunyai tujuan yang jelas, seperti yang
dicantumkan pada undang-undang pendidikan bahwa pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani,
berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
5.
Dasar, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan Nasional
Pendidikan di
Indonesia mempunyai landasan ideal adalah Pancasila, landasan konstitusional
ialah UUD 1945, dan landasan operasional ialah Ketetapan MPR tentang GBHN.
a.
Landasan Ideal
Menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB,
komponen bidang studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan
seperti berikut:
“Sistem
pendidikan nasional Pancasila ialah sistem pendidikan Nasional satu-satunya
yang menjamin teramalkan dan terlestarikan Pancasila. Predikat Pancasila perlu
ditonjolkan sebagai identitas sistem karena pada hakikatnya secara istrinsik
Pancasila adalah kepribadian (identitas sistem kenegaraan RI dengan segala
jenis implikasinya terhadap subsistem dalam negara). Pendidikan nasional adalah
sistem kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengembangan dan pelestarian
sistem kenegaraan Pancasila dan kebudayaan nasional”.
b.
Landasan Konstitusional
Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara mendapat pendidikan dan
pengajaran. Ini berarti adanya kewajiban belajar yang memberi kesempatan dan
mengharuskan belajar kepada setiap anak hingga usia tertentu
(sekurang-kurangnya usia 13 tahun). Undang-Undang Dasar 1945 mengingatkan
adanya suatu sistem pengajaran nasional yang disesuaikan dengan kebudayaan dan
tuntutan nasional.
c.
Landasan Operasional
GBHN disebutkan
landasan operasional karena memberikan garis-garis besar tentang kegiatan yang
harus dilaksakan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara sesuai
dengan cita-cita, seperti yang termasuk dalam Pancasila dan UUD 1945. Sebagi
contoh dalam GBHN 1988 dirumuskan tujuan pendidikan, yaitu untuk membentuk
manusia yang beriman Dn bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keran dan tangguh, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
BAB VII
PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA
1.
Penerapan Sistem Nilai dan Moral Agama ke dalam
Proses Kependidikan
Dewasa ini makin
terasa perlunya dibentengi dengan nilai-nilai luhur agama, mengingat
pengaruhnya yang besar terhadap kehidupan manusia. Keduanya dapat menggeret
manusia pada kelalaian, kealpaan, dan lupa diri. Kelalaian dan kealpaan ini
dapat disebabkan oleh kesibukan dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan materi
yang tak kunjung puas itu.
Bila kita kaji,
teori Freud ini ada benarnya, mengingat lamanya pendidikan yang diterima oleh
orang-orang yang bersangkutan, tentu ada pengaruhnya pada diri orang yang
bersangkutan. Bila kita kaji pendidikan agama itu berlangsung pada diri orang
minimal selama 20 tahun, yaitu sejak perkawinannya. Kenyataan ini akan berlaku
terutama bagi orang yang mengalami pendidikan formal sejak dari tingkat dasar
atau dari Taman Kanak-Kanak, maka rumah tangga atau lingkungannya yang akan
mewarnai tingkah laku.
Pendidikan moral
ini dalam Islam berjalan sangat
sistematis dan kontinu, yaitu mulai dari lingkungan keluarga sampai ke
lingkungan sekolah dan masyarakat dengan berbagai saluran. Penerapan ajaran
nilai dan moral agama ini antara lain melalui rukun islam yang lima itu.
2.
Nilai Relatif Kebudayaan, Nilai Absolut Agama, Nilai
Sekuler dan Nilai-nilai Humanisme dalam Pendidikan
Kebudayaan
adalah hasil budi daya, karsa dan interaksi manusia dengan sesamanya, dan
dengan lingkungannya. Untuk mengadakan interaksi ini manusia menciptakan
aturan-aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu ini dapat
berbentuk tata tertib, etika, adat, dan aturan perundang-undangan atau
consensus. Semua yang dihasilkan manusia dalam bentuk aturan ini, hanya berlaku
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang melinkungi
manusia tersebut.
Pendidikan
sekuler dalam pendidikan mulai timbul pada zaman renaissance pada abad 14. Yang
memunculkan kembali ide-ide kemanusiaan yang dikenal dengan gerakan humanism
adalah Francecesco Petrarca (1304-1374) di Italia. Aliran ini timbul sebagai
reaksi terhadap pendidikan humaniora yang pada diri manusia terdapat berbagai
potensi yang perlu dikembangkan sebagaimana terdapat di dalam agama Islam.
3.
Cara-cara Mentransformasikan dan
Menginternalisasikan Nilai-nilai Agama ke dalam Pribadi Peserta Didik
Nilai-nilai
luhur agama yang sifatnya mutlak itu amat diperlukan dalam kehidupan dan
berguna bagi umat manusia dalam upaya memperoleh rida Allah sebagai perwujudan
bahwa suruhan dan larangan-Nya ditaati.
Upaya-upaya yang
dilankukan oleh pendidik untuk menjadikan nilai-nilai luhur agama itu menjadi
bagian dari diri peserta didik di lembaga pendidikan formal perlu dilakukan
secara sistematis dan terpadu oleh semua unsure pendidikantersebut di SD tempat
anda bertugas. Upaya-upaya yang dilakukan itu antara lain dengan jalan
menciptakan pergaulan yang bersifat mendidik, keteladanan yang mencerminkan
prilaku dan tingkah laku yang dapat dihayati mereka baik secara individual
maupun secara bersama-sama di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
BAB VIII DEMOKRASI
PENDIDIKAN
1.
Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi
pendidikan dalam pengertian yang luas yang patut selalu dianalisis sehingga
memberikan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan mengandung tiga hal:
a.
Rasa hormat
terhadap harkat sesame manusia
b.
Setiap manusia
memiliki perubahan kea rah pikiran yang sehat
c.
Rela berbakti
untuk kepentingan/kesejahteraan bersama.
2.
Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Pendidikan
Dalam setiap
pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah, antara lain:
a.
Hak asasi setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan
b.
Kesempatan yang
sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan.
c.
Hak dan
kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Dari
prinsip-prinsip tadi dapat dipahami bawa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu
sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat di mana
mereka berada, karena dalam kenyataannya bahwa pengembangan demokrasi
pendidikan dan penghidupan masyarakat. Misalnya, masyarakat agraris akan
berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern dan sebagainya.
3.
Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Sebenarnya
bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam
pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga masa pembangunan
sekarang ini.
Hal ini dapat dilihat pada apa yang terdapat dalam :
a.
Undang-undang
Dasar 1945 Pasal 31 berbunyi:
1)
Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran.
2)
Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan undang-undang.
b.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c.
Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) di sector pendidikan.
4.
Status yang berlaku bagi Demokrasi Pendidikan
Di beberapa
negara Asia dan Afrika banyak sekali usaha-usaha pelaksanaan demokrasi dalam
pendidikan ini terpaksa mengalami kemunduran, karena ada semacam keputusan yang
diambil kurang lebih dua puluh lima tahun yang lalu buat membangun universitas
menurut gaya dan style Eropa sebagai langkah persiapanbuat memutuskan hubungan
kolonial dengan negara penjajah yang dulu. Pembatasan kurikulum dan
pendaftaran, pada satu pihak dan mahalnya biaya prasarana dan sarana-sarana
pada suatu pihak lagi, menyebabkan tidaklah mungkin untuk mewujudkan
pelaksanaan demokrasi pendidikan di dalam semua lapisan pendidikan dan
pengajaran itu, kecuali apabila dikerjakan sebagai eksperimen dalam
rangkabantuan internasional, yang hanya merupakan suatu ide saja, yang tidak
pernah mendapat tanggapan yang serius dari siapa dan dari manapun.
BAB IX INOVASI
PENDIDIKAN
1.
Pengertian Inovasi Pendidikan
Ibrahim (1988)
mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan
atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan
adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil
inverse (penemuan baru) atau discovery (baru titemukan orang), yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Demikian pula
Ansyar, Nurtain (1991) mengemukakan inovasi adalah gagasan, perbuatan, atau
sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu untuk menjawab masalah yang
dihadapi.
2.
Tujuan Inovasi
Menurut Santoso
(1974), tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga, uang dan
sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.
Kalau dikaji,
arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu:
a.
Mengejar
ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan
teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar
dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
b.
Mengusahakan
diselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga
negara. Misalnya meningkatkan daya tamping usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan
Perguruan Tinggi.
3.
Masalah-masalah yang Menuntut Diadakan Inovasi
Adapun
masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu :
a.
Perkembangan
ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan
sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
b.
Laju eksplosi
penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tamping, ruang dan fasilitas
pendidikan yang sangat tidak seimbang.
c.
Melonjakan
aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan (di
pihak lain) kesempatansangat terbatas.
d.
Mutu pendidikan
yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4.
Berbagi Upaya Inovasi Pendidikan
a.
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
Ada delapan IKIP
yang ditugaskan untuk menyelenggarakan Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP), yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Semarang, IKIP
Yogyakarta, IKIP Surabaya, IKIP Malang dan IKIP Ujung Pandang.
Pada mulanya
proyek itu dimaksudkan untuk mencoba bentuk sistem persekolahan yang
komprehensif dengan nama Sekolah Pembangunan. Selain itu, secara umum kerangka
sistem pendidikan ini digariskan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0172 Tahun 1974.
b.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional
dilaksanakan bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi
sekolah-sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu,
diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.
c.
Proyek Pamong
Proyek ini
merupakan program pendidikan bersama antara pemerintah Indonesia dan Innotech; lembaga yang didirikan oleh
badan kerjasama Menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara. Dikalangan
organisasi menteri pendidikan negara-negara Asia Tenggara. (South East Asian Ministers Education
Organizations atau seameo) proyek ini dikenal dengan istilah Impact (Instruction of Management by Parent
Community and Teachers).
d.
SMP Terbuka
Sekolah Menengah
Pertama Terbuka (SMPT) adalah Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama, yang
kegiatan belajarnya sebagian besar dislenggarakan di luar gedung sekolah dengan
cara penyampaian pelajaran melalui berbagai media dan interaksi yang terbatas
antara guru dan murid.
e.
Universitas Terbuka
Universitas
Terbuka menyelenggarakan tiga jenis program Pendidikan dengan sistem belajar
jarak jauh, yaitu program sarjana (S1), program Diploma (D I, D II, D III) dan
program Akta V.
f.
Kurikulum 1984
Perbaikan
kurikulum ini dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0461/U/1983 Tahun 1983 Tanggal 23 Oktober. Pembenahan kurikulum
ini diharapkan dapat memberikan peluang yang lebih besar kepada siswa untuk
memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan, dan
kemampuannya. Pengembangan kurikulum diadakan secara bertahap, dalam arti bahwa
upaya pemantapan tetap diadakan secara terus menerus. Hal penting, mengingat
kurikulum harus selalu disesuaikan dengan tahap pembangunan nasional melalui
penyempurnaan isi, bentuk, dan cara penyajian (pendekatan yang lebih sesuai).
Did you know there's a 12 word sentence you can communicate to your crush... that will trigger intense feelings of love and impulsive appeal to you deep inside his heart?
BalasHapusBecause hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, adore and care for you with all his heart...
12 Words That Fuel A Man's Love Response
This instinct is so built-in to a man's genetics that it will make him work better than before to to be the best lover he can be.
As a matter of fact, fueling this dominant instinct is so binding to having the best ever relationship with your man that the second you send your man a "Secret Signal"...
...You will soon notice him expose his mind and soul for you in a way he never experienced before and he will distinguish you as the one and only woman in the world who has ever truly fascinated him.
8 kelembagaan program dan pengelolann pendidikan bisa disebutkan engga kk pada halaman 127
BalasHapus