Referensi Buku Fuad Ihsan Dasar-Dasar Kependidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Buku ini berjudul Dasar-dasar Kependidikan, buku ini salah satu buku yang akan dikritiik di mata kuliah Pendidikan Seumur Hidup. Di dalam buku ini terdapat Dasar-dasar Kependidikan yang terdiri dari pengertian pendidkan, konsep, fungsi dan peranan pendidikan.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, karenannya bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.

B.     Tujuan
Mengetahui apa saja yang ada di dalam buku ini, mengetahui dasar-dasar kependidikan, apa-apa saja dasar-dasar kependidikan. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari buku ini. Memahami konsep dasar, fungsi dan peran pendidikan.

C.    Manfaat
Menjadi lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan informasi, belajar mengkritik buku dan memahami isi buku, lebih sering membaca, mengetik dan mengambil ilmu dan pengetahuan dari buku ini.








BAB II
RINGKASAN BUKU


Identitas Buku
Judul buku                : Dasar-dasar Kependidikan
Pengarang                 : Drs. Fuad Ikhsan
Penerbit                    : Rineka Cipta
Tahun terbit              : 2005
Kota terbit                : Jakarta
ISBN                                    : 976-518-673-6
BAB I PENGERTIAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
1.      Pengertian Pendidikan
Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu: pedagogi dan pedagoik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagoik artinya “ilmu pendidikan”.
Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata “pedagogia” (Yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah paedagogos adalah seorang pelayanan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaanya mengantar dan menjemput anak-anak ked an dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, karenannya bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secar tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien (berdaya guna berhasil guna) akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan bangsa yang berdasarkan pokok pada penciptaan kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa kita, sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam alinea IV, Pembukaan UUD 1945.
Definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:
a.       Driyarkara mengatakan bahwa : pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insane itulah yang disebut mendidik. Pendidikan ialah pemanusiaan muda (Ditjen Dikti, 1984: 19).
b.      Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses soasial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khusunya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Ditjen Dikti, 1983/1984:19).
c.       Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi (Suprapto, 1975).
d.      Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Tman Siswa yang pertam pada tahun 1930 menyebutkan: Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhannya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat mema-jukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
e.       Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Dari uraian di atas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai:
1.      Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;
2.      Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya;
3.      Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat;
4.      Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.

2.      Faktor-faktor Pendidikan
Dalam aktivitas pendidikan ada enam faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi namun faktor integratirnya terutama terletak pada pendidik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya.
Keenam faktor pendidikan tersebut meliputi:
a.      Faktor tujuan
Dalam praktek pendidikan, baik dilingkungan keluarga, di sekolah maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya.
b.      Faktor pendidik
Orang tua sebgai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang makin dewasa.
Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan negara.
c.       Faktor peserta didik
Dalam pendidikan tradisional, peserta didik dipandang sebagai organism yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini dengan makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi, maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Peserta didik dalam usia dan tingkat kelas yang sama bisa memiliki profil materi pengetahuan yang berbeda-beda.
d.      Faktor isi/materi pendidikan
Yang termasuk dalam materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah dan di masyarakat.
e.       Faktor metode pendidikan
Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi ini dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di samping dibutuhkan pemilihan bahan/materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula.
f.        Faktor situasi
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural.

BAB II FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN
1.      Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat:
a.       Pengembangan prbadi
b.      Pengembangan warga negara
c.       Pengembangan kebudayaan
d.      Pengembangan bangsa

Pada prinsipnya memndidik ialah memberi tuntutan, bantuan, pertolongan kepada peserta didik. Di dalam pengertian memberi tuntutan telah tersimpul suatu dasar pengakuan bahwa anak (pihak yang diberi tuntutan) memiliki daya-daya (potensi) untuk berkembang.
Anak manusia harus dan wajib didik, sebab kalau tidak ia akan kehilangan hakikat kemanusiaannya. Dari uraian di atas menunjukan bahwa anak mungkin dididik bahkan harus dialami oleh Amala dan Kamal.

2.      Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan
a.      Latar Belakang
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai sesuatu yang berada di luar anak. Lingkungan yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi anak ada tiga, yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan ini disebut lembaga pendidikan atau satuan pendidikan (Kemendikbud, 0186/P/1984).

b.      Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia itu ada. Ayah dan ibu di dalam keluarga sebagai pendidiknya, dan anak sebagai terdidiknya. Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat.(Kemendikbud, 0186/P/1984).

c.       Lembaga Pendidikan Sekolah
Guru-guru di dalam lembaga pendidikan formal adalah orang dewasa yang mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas tersebut. Seperti dinyatakan oleh Prof.Dr. Sikun Pribadi: “Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan selanjutnya dalam bentuk berbagai kecakapan dan ilmu. Kita tidak dapat menggambarkan masyarakat tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang yang khusus dididik untuk keperluan mengajar” (Sikun Pribadi, 1982 : 72).
Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga ia sebagai produsen dan pemberi jasa yang sangat erat hubunganya dengan pembangunan. Pembangunan tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa didukung oleh tersediannya tenaga kerja yang memadai sebagai produk pendidikan. Dalam hal ini Mendikbud menetapkan masalah-masalah pendidikan sebagai berikut:

1)      Satuan
Satuan pendidikan adalah satuan dalam sistem pendidikan nasional yang merupakan wahana belajar baik di sekolah-sekolah maupun di luar sekolah. Satuan pendidikan harus dapat menciptakan suasana yang menunjang perkembangan peserta didik, sesuai dengan tujuan dan fungsi sistem pendidikan nasional.
2)      Jenis
Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuannya. Jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional terdiri dari pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.
a.       Pendidikan Sekolah
b.      Pendidikan Luar Sekolah
3)      Jenjang
Jenjang Pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,,tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di samping itu dapat diadakan pendidikan pra sekolah, yang tidak merupakan persyarat untuk memasuki pendidikan dasar.

Pendidikan umum terdiri dari pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas. Pendidikan kejuruan terdiri dari pendidikan menengah pertama kejuruan dan pendidikan menengah atas kejuruan.
d.      Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan kemasyarakatan adalah usaha sadar yang juga memberikan kemungkinan perkembangan sosial, cultural, keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keterampilan, keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakat.
Dewasa ini bentuk-bentuk pendidikan kemasyarakatan telah mengalami perubahan dan perkembangan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Wujud dari perkembangan dan perubahan ini di antaranya ialah bahwa pendidikan kemasyarakatan tidak hanya berfungsi menanamkan sikap untuk membangun tetapi juga pelengkap dan pengganti pendidikan formal, baik anak didik yang tidak sempat melanjutkan sekolah pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk anak didik yang tidak pernah sampai memasuki pendidikan formal.
“Pendidikan kemasyarakatan dapat dilaksanakan oleh berbagai lembaga dengan berbagai program pendidikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Karena itu pendidikan kemasyarakatan, seperti juga pendidikan yang lain tetap menjadi tanggung jawab pemerintah, pribadi, keluarga, organisasi dan himpunan dalam masyarakat (keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sosial dan professional)” (KPPN, 1980 : 22).
BAB III KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN BERBAGAI IMPLIKASINYA
1.      Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Dalam GBHN dinyatakan bahwa “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam hadis Nabi Muhammad SAW., yang menganjurkan belajar mulai dari buaian sampai ke liang kubur.
Istilah pendidikan seumur hidup (Life Long Integrated Education) tidak dapat diganti dengan istilah-istilah lain sebab isi dan luasnya (scope-nya)_tidak persis sama, seperti istilah out of School education, continuing education, adult education, further education, recurrent education.
a.      Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah
Di dalam UU Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 Ayat (1), pendidikan hanya dibagi dua, yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dibagi pula yang dilembagakan dan yang tidak dilembagakan.
Dalam konsep pendidikan seumur hidup pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah yang dilembagakan, dan yang tidak dilembagakan saling mengisi dan saling memperkuat.
Phili H. Coombs mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) pendidikan formal (pendidikan sekolah) dan pendidikan non-formal (pendidikan luar sekolah yang dilembagakan). Kata-kata “pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan”, “pendidikan sekolah”, dan “pendidikan luar sekolah yang dilembagakan” merupakan istilah yang digunakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional di atas.
b.      Dasar Pemikiran Pentingnya Pendidikan Seumur Hidup
Ada bermacam-macam dasar pemikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari beberapa segi, antara lain:
1)      Ideologis
2)      Ekonomis
3)      Sosiologis
4)      Politis
5)      Teknologis
6)      Psikologis dan pedagogis
Dalam pendidikan seumur hidup dikenal adanya 4 macam konsep kunci, yaitu:
1)      Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri
2)      Konsep belajar seumur hidup
3)      Konsep pelajar seumur hidup
4)      Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup
2.      Implikasi Konsep PendidikanSeumur Hidup pada Program-program Pendidikan
Implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Ananda W.P. Geruge, dalam garis besarnya dapat dikelompokan dalam enam kategori, sebagai berikut :
a.      Pendidikan Baca Tulis Fungsional
Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup karena relevansinya dengan kondisi yang ada pada negara-negara berkembang karena masih banyaknya penduduk yang buta huruf, melainkan juga sangat penting ditinjau dari implementasinya. Bahkan dinegara yang sudah maju sekalipun di mana radio, film dan televise telah menentang ketergantungan orang akan bahan-bahan bacaan, namun membaca masih tetap merupakan cara yang paling murah dan praktis untuk mendapatkan dan menyebarkan pengetahuan.
b.      Pendidikan Vokasional
Apakah pendidikan vokasional itu sebagai program pendidikan luar sekolah bagi anak didik diluar batas usia sekoalah, ataukah sebagai program pendidikan formal dan non-formal dalam rangka apprentice-skip training, merupakan salah satu program penting dalam rangka pendidikan seumur hidup.
c.       Pendidikan Profesional
Apa yang berlaku bagi para pekerja dan buruh, berlaku pula bagi para professional. Bahkan tantangan buat mereka itu lebih besar dan kuat. Mereka berusaha keras terus-menerus dan bergerak cepat agar tidak ditinggalkan oleh kemajuan.
Sebab itu dalam tiap-tiap profesi hendaknya telah tercipta built-in mechanism yang memungkinkan golongan professional itu selalu mengikuti perubahan dan kemajuan dalam metode, perlengkapan, teknologi dan sikap profesionalnya.
d.      Pendidikan ke Arah Perubahan dan Pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan merupakan konsekuensi penting daripada asas pendidikan seumur hidup. Abad ilmu pengetahuan dan teknologi itu pengaruhnya telah menyusup dalam berbagi aspek kehidupan manusia dan masyarakat, seorang ibu rumah tangga lainnya yang serba elektronik itu bagaikan seorang sarjana yang bekerja dilaboratoriumnya.
e.       Pendidikan Kewargaan Negara dan Kedewasaan Politik
Tidak saja bagi warga negara biasa, melainkan para pemimpin masyarakat pun sangat membutuhkan pendidikan kewargaan negara dan masyarakat yang demokratis, maka kedewasaan warga negara dan para pemimpinnya dalam kehidupan bernegara sangat penting. Untuk itu program pendidikan kewargaan negara dan kedewasaan politik itu merupakan bagian yang penting dari pendidikan seumur hidup.
f.        Pendidikan Kultural dan Pengisian Waktu Luang
Spesialisasi yang berlebih-lebihan dalam masyarakat bahkan yang telah dimulai pada usia muda dalam program pendidikan formal di sekolah, membuat manusia menjadi berpandangan sempit pada bidangnya sendiri, buta kekayaan nilai-nilai cultural yang terkandung dalam warisan budaya masyarakat sendiri.
3.      Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup dan Sasaran Pendidikan
Adapun mengenai implikasi konsep pendidikan seumur hidup ini pada sasaran pendidikan, Ananda W.P Guruge juga mengklasifikasikannyadalam enam kategori, masing-masing dengan prioritasnya.
Masing-masing kategori tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Para buruh dan petani
b.      Golongan remaja yang terganggu pendidikan sekolahnya
c.       Para pekerja yang berketerampilan
d.      Golongan Technicians dan professional
e.       Para pemimpin dalam masyarakat
f.       Golongan anggota masyarakat yang sudah tua
BAB IV PERANAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Sistem pendidikan nasional yang semesta, menyeluruh dan terpadu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya serta merupakan wahana kelangsungan hidup bangsa dan negara, pada hakikatnya menjadi tanggung jawabseluruh bangsa Indonesia dan dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.
1.      Peran Keluarga dalam Pendidikan
Peranan keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Sehubungan dengan itu penanaman nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dimulai dalam keluarga. Agar keluarga dapat memainkan peran tersebut, keluarga perlu juga bekali dengan pengetahuan dan keterampilan pendidikan, perlu adanya pembinaan.
2.      Peranan Masyarakat dalam Pendidikan
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat, dan isi pergaulan yang terjadi di dalam masyarakat. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan nasional, ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga, biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan kerja, membantu pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Peranan masyarakat tersebut dilaksanakan melalui jalur-jalur:
a.       Peranan perguruan swasta
b.      Dunia usaha
c.       Kelompok profesi, dan
d.      Lembaga swasta nasional lainnya.
BAB V PENGARUH TIMBAL BALIK ANTARA SEKOLAH, KELUARGA DAN MASYARAKAT
1.      Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan pada Orang Tua
Dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa :”Perkawinan adalah ikatan lahir dan batian antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya untuk memelihara dan mendidik dengan sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri. Bahkan menurut Pasal 45 Ayat 2 UU Perkawinan ini, kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara keduanya putus karena sesuatu hal. Maka anak ini kembali menjadi tanggung jawab orang tua.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain sebagai berikut:
a.       Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
b.      Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c.       Memndidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain (hablum minan nas) serta melaksanakan kekhalifahannya.
d.      Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jwab ini dikategorikan juga sebagai tenggung jawab kepada Allah.

2.      Pembinaan dan Tanggung jawab Pendidikan Sekolah
Pembinaan pendidikan yang dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluarga akan membentuk sikap, tingkah laku, cara merasa dan mereaksi anak terhadap lingkungannya. Untuk dapt memahami usaha pembinaan dan rasa tanggung jawab pendidikan yang dilakukan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ada baiknya dikemukakan beberapa pengertian yang berkaitan dengan pendidikan informal, formal, dan non formal.
Sekolah melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak mampu atau mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pendidikan di lingkungan masing-masing, mengingat berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh orang tua anaak. Namun tanggung jawab utama pendidikan tetap berada di tangan kedua orang tua anak yang bersangkutan. Sekolah hanyalah meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal.

Mengenai tingkat jenjang pendidikan yang dikelola oleh lembaga pendidikan formal ini tertuang dalam Pasal 13, 15, dan 16 sebagaimana disebutkan pada bagian di atas dikemukakan sebagai berikut:
Pasal 13        : Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pasal 15        : Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pasal 16        : Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dasn atau kesenian.
3.      Pembinaan dan Tanggung jawab Pendidikan oleh Masyarakat
Secara kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat, terdiri dari berbagai ragam pendidikan, profesi, keahlian, suku, bangsa, kebudayaan, agama, lapisan sosial sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Secara makro memang demikianlah kenyataan masyarakat karena terdiri dari berbagai anggota keluarga yang heterogen. Setiap anggota masyarakat secara tidak langsung telah mengadakan kerjasama dan saling mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya.
Dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut lingkungan pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya tetapi tidak sistematis. Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya yang pluralistic (majemuk)itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk tercapainya kesejahteraan mental spiritual dan fisikal atau kesejahteraan lahir dan batin yang dalam GBHN disebut masyarakat adil dan makmur di bawah lindungan Allah SWT.
Pendidikan dalam masyarakat ini tidak saja terbatas kepada yang muda akan tetapi yang tua pun perlu. Seperti pemberantasan buta aksara bagi para orang tua melalui kejar paket A dan B. Kepada masyarakat juga diadakan penataran P-4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila) sebagaimana yang diamanatkan oleh Tap MPR No. II/MPR/1978. Penyebaran keputusan MPR inilah dengan jalan penataran kepada masyarakat bahwa di negara Indonesia ini ada nilai-nilai luhur, bangsa yang telah ada sejak zaman dahulu kala. Hal ini untuk menimbulkan kesadaran ber-Pancasila, ber-Undang-Undang Dasar 1945 dan ber-GBHN termasuk kepada pendidikan masyarakat.

4.      Pembinaan Kerjasama antara Orang Tua, Sekolah dan Masyarakat
Setelah kita lihat ketiga macam tanggung jawab dan pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, sekolah, dan masyarakat, tampaknya ada kesamaan rasa tanggung jawab yang dipikul pleh ketiga macam lingkungan pendidikan ini. Mereka secara tidak langsung telah mengadakan kerjasama yang erat di dalam praktek pendidikan. Kerjasama yang erat itu tampak dari hal-hal berikut. Orang tua telah meletakkan dasar-dasar pendidikan di rumah tangga, terutama dalam segi pembentukan kepribadian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan yang dilakukan oleh sekolah. Demikian pendidikan di lingkungan masyarakat ikut pula berperan serta mengontrol, menyalurkan dan membina serta meningkatkanya.
BAB VI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
1.      Pengertian Sistem
Zahara Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem adalah suatu kestuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekadar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product).
2.      Pendidikan sebagai Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsure pokok, yaitu usaha masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan pula bahwa “pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang. Kurikulum dan peralatan/fasilitas.
Selanjutnya dijelaskan bahwa setiap unsur dalam sistem pendidikan ini saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi. Kelemahan salah satu unsure dalam sistem tersebut akan mempengaruhi seluruh sistem pendidikan itu. Oleh karena itu dalam usaha mengembangkan sistem pendidikan, setiap unsur pokok dalam sistem pendidikan harus mendapatkan perhatian dan pengembangan yang utama.
3.      Pengertian Pendidikan Nasional
Menurut Suraya (1969), pendididkan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.
Sementara itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976), merumuskan bahwa pendidikan nasional ialah suatu usaha untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi Pancasila, yang bepribadi, berdasarkan akan Ketuhanan berkesadaran masyrakat dan mampu membudayuakan alam sekitar.
Dalam Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 2 berbunyi: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dasar ini dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945 alinea 4 dan batang tubuh UUD 1945 Bab XIII Pasal 31.
4.      Pendidikan Nasional Sebagai Suatu Sistem
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perananya di masa yang akan datang.
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional mempunyai tujuan yang jelas, seperti yang dicantumkan pada undang-undang pendidikan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
5.      Dasar, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan Nasional
Pendidikan di Indonesia mempunyai landasan ideal adalah Pancasila, landasan konstitusional ialah UUD 1945, dan landasan operasional ialah Ketetapan MPR tentang GBHN.
a.      Landasan Ideal
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB, komponen bidang studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan seperti berikut:
“Sistem pendidikan nasional Pancasila ialah sistem pendidikan Nasional satu-satunya yang menjamin teramalkan dan terlestarikan Pancasila. Predikat Pancasila perlu ditonjolkan sebagai identitas sistem karena pada hakikatnya secara istrinsik Pancasila adalah kepribadian (identitas sistem kenegaraan RI dengan segala jenis implikasinya terhadap subsistem dalam negara). Pendidikan nasional adalah sistem kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengembangan dan pelestarian sistem kenegaraan Pancasila dan kebudayaan nasional”.
b.      Landasan Konstitusional
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara mendapat pendidikan dan pengajaran. Ini berarti adanya kewajiban belajar yang memberi kesempatan dan mengharuskan belajar kepada setiap anak hingga usia tertentu (sekurang-kurangnya usia 13 tahun). Undang-Undang Dasar 1945 mengingatkan adanya suatu sistem pengajaran nasional yang disesuaikan dengan kebudayaan dan tuntutan nasional.
c.       Landasan Operasional
GBHN disebutkan landasan operasional karena memberikan garis-garis besar tentang kegiatan yang harus dilaksakan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara sesuai dengan cita-cita, seperti yang termasuk dalam Pancasila dan UUD 1945. Sebagi contoh dalam GBHN 1988 dirumuskan tujuan pendidikan, yaitu untuk membentuk manusia yang beriman Dn bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keran dan tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani.

BAB VII PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA
1.      Penerapan Sistem Nilai dan Moral Agama ke dalam Proses Kependidikan
Dewasa ini makin terasa perlunya dibentengi dengan nilai-nilai luhur agama, mengingat pengaruhnya yang besar terhadap kehidupan manusia. Keduanya dapat menggeret manusia pada kelalaian, kealpaan, dan lupa diri. Kelalaian dan kealpaan ini dapat disebabkan oleh kesibukan dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan materi yang tak kunjung puas itu.
Bila kita kaji, teori Freud ini ada benarnya, mengingat lamanya pendidikan yang diterima oleh orang-orang yang bersangkutan, tentu ada pengaruhnya pada diri orang yang bersangkutan. Bila kita kaji pendidikan agama itu berlangsung pada diri orang minimal selama 20 tahun, yaitu sejak perkawinannya. Kenyataan ini akan berlaku terutama bagi orang yang mengalami pendidikan formal sejak dari tingkat dasar atau dari Taman Kanak-Kanak, maka rumah tangga atau lingkungannya yang akan mewarnai tingkah laku.
Pendidikan moral ini dalam Islam berjalan sangat  sistematis dan kontinu, yaitu mulai dari lingkungan keluarga sampai ke lingkungan sekolah dan masyarakat dengan berbagai saluran. Penerapan ajaran nilai dan moral agama ini antara lain melalui rukun islam yang lima itu.

2.      Nilai Relatif Kebudayaan, Nilai Absolut Agama, Nilai Sekuler dan Nilai-nilai Humanisme dalam Pendidikan
Kebudayaan adalah hasil budi daya, karsa dan interaksi manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungannya. Untuk mengadakan interaksi ini manusia menciptakan aturan-aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu ini dapat berbentuk tata tertib, etika, adat, dan aturan perundang-undangan atau consensus. Semua yang dihasilkan manusia dalam bentuk aturan ini, hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang melinkungi manusia tersebut.
Pendidikan sekuler dalam pendidikan mulai timbul pada zaman renaissance pada abad 14. Yang memunculkan kembali ide-ide kemanusiaan yang dikenal dengan gerakan humanism adalah Francecesco Petrarca (1304-1374) di Italia. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap pendidikan humaniora yang pada diri manusia terdapat berbagai potensi yang perlu dikembangkan sebagaimana terdapat di dalam agama Islam.

3.      Cara-cara Mentransformasikan dan Menginternalisasikan Nilai-nilai Agama ke dalam Pribadi Peserta Didik
Nilai-nilai luhur agama yang sifatnya mutlak itu amat diperlukan dalam kehidupan dan berguna bagi umat manusia dalam upaya memperoleh rida Allah sebagai perwujudan bahwa suruhan dan larangan-Nya ditaati.
Upaya-upaya yang dilankukan oleh pendidik untuk menjadikan nilai-nilai luhur agama itu menjadi bagian dari diri peserta didik di lembaga pendidikan formal perlu dilakukan secara sistematis dan terpadu oleh semua unsure pendidikantersebut di SD tempat anda bertugas. Upaya-upaya yang dilakukan itu antara lain dengan jalan menciptakan pergaulan yang bersifat mendidik, keteladanan yang mencerminkan prilaku dan tingkah laku yang dapat dihayati mereka baik secara individual maupun secara bersama-sama di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
BAB VIII DEMOKRASI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas yang patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan mengandung tiga hal:
a.       Rasa hormat terhadap harkat sesame manusia
b.      Setiap manusia memiliki perubahan kea rah pikiran yang sehat
c.       Rela berbakti untuk kepentingan/kesejahteraan bersama.

2.      Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Pendidikan
Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah, antara lain:
a.       Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
b.      Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan.
c.       Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.

Dari prinsip-prinsip tadi dapat dipahami bawa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat di mana mereka berada, karena dalam kenyataannya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan dan penghidupan masyarakat. Misalnya, masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern dan sebagainya.

3.      Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga masa pembangunan sekarang ini.
Hal ini dapat dilihat pada apa yang terdapat dalam :
a.       Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 berbunyi:
1)      Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
2)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
b.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c.       Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di sector pendidikan.

4.      Status yang berlaku bagi Demokrasi Pendidikan
Di beberapa negara Asia dan Afrika banyak sekali usaha-usaha pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan ini terpaksa mengalami kemunduran, karena ada semacam keputusan yang diambil kurang lebih dua puluh lima tahun yang lalu buat membangun universitas menurut gaya dan style Eropa sebagai langkah persiapanbuat memutuskan hubungan kolonial dengan negara penjajah yang dulu. Pembatasan kurikulum dan pendaftaran, pada satu pihak dan mahalnya biaya prasarana dan sarana-sarana pada suatu pihak lagi, menyebabkan tidaklah mungkin untuk mewujudkan pelaksanaan demokrasi pendidikan di dalam semua lapisan pendidikan dan pengajaran itu, kecuali apabila dikerjakan sebagai eksperimen dalam rangkabantuan internasional, yang hanya merupakan suatu ide saja, yang tidak pernah mendapat tanggapan yang serius dari siapa dan dari manapun. 
BAB IX INOVASI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Inovasi Pendidikan
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inverse (penemuan baru) atau discovery (baru titemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Demikian pula Ansyar, Nurtain (1991) mengemukakan inovasi adalah gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi.

2.      Tujuan Inovasi
Menurut Santoso (1974), tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.
Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu:
a.       Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
b.      Mengusahakan diselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tamping usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.

3.      Masalah-masalah yang Menuntut Diadakan Inovasi
Adapun masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu :
a.       Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
b.      Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tamping, ruang dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
c.       Melonjakan aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan (di pihak lain) kesempatansangat terbatas.
d.      Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4.      Berbagi Upaya Inovasi Pendidikan

a.      Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
Ada delapan IKIP yang ditugaskan untuk menyelenggarakan Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Semarang, IKIP Yogyakarta, IKIP Surabaya, IKIP Malang dan IKIP Ujung Pandang.
Pada mulanya proyek itu dimaksudkan untuk mencoba bentuk sistem persekolahan yang komprehensif dengan nama Sekolah Pembangunan. Selain itu, secara umum kerangka sistem pendidikan ini digariskan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0172 Tahun 1974.
b.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.
c.       Proyek Pamong
Proyek ini merupakan program pendidikan bersama antara pemerintah Indonesia dan Innotech; lembaga yang didirikan oleh badan kerjasama Menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara. Dikalangan organisasi menteri pendidikan negara-negara Asia Tenggara. (South East Asian Ministers Education Organizations atau seameo) proyek ini dikenal dengan istilah Impact (Instruction of Management by Parent Community and Teachers).
d.      SMP Terbuka
Sekolah Menengah Pertama Terbuka (SMPT) adalah Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama, yang kegiatan belajarnya sebagian besar dislenggarakan di luar gedung sekolah dengan cara penyampaian pelajaran melalui berbagai media dan interaksi yang terbatas antara guru dan murid.
e.       Universitas Terbuka
Universitas Terbuka menyelenggarakan tiga jenis program Pendidikan dengan sistem belajar jarak jauh, yaitu program sarjana (S1), program Diploma (D I, D II, D III) dan program Akta V.
f.       Kurikulum 1984
Perbaikan kurikulum ini dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0461/U/1983 Tahun 1983 Tanggal 23 Oktober. Pembenahan kurikulum ini diharapkan dapat memberikan peluang yang lebih besar kepada siswa untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan, dan kemampuannya. Pengembangan kurikulum diadakan secara bertahap, dalam arti bahwa upaya pemantapan tetap diadakan secara terus menerus. Hal penting, mengingat kurikulum harus selalu disesuaikan dengan tahap pembangunan nasional melalui penyempurnaan isi, bentuk, dan cara penyajian (pendekatan yang lebih sesuai).

Komentar

  1. Did you know there's a 12 word sentence you can communicate to your crush... that will trigger intense feelings of love and impulsive appeal to you deep inside his heart?

    Because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, adore and care for you with all his heart...

    12 Words That Fuel A Man's Love Response

    This instinct is so built-in to a man's genetics that it will make him work better than before to to be the best lover he can be.

    As a matter of fact, fueling this dominant instinct is so binding to having the best ever relationship with your man that the second you send your man a "Secret Signal"...

    ...You will soon notice him expose his mind and soul for you in a way he never experienced before and he will distinguish you as the one and only woman in the world who has ever truly fascinated him.

    BalasHapus
  2. 8 kelembagaan program dan pengelolann pendidikan bisa disebutkan engga kk pada halaman 127

    BalasHapus

Posting Komentar